Siang
itu, sekitar pukul 11.00 terdengar suara gaduh diruang kelas VI-B. Suasana
kelas yang tidak kondusif ketika tidak ada guru untuk mengisi pelajaran. Sesuai
dengan jadwal, seharusnya kelas VI-B diisi oleh Bapak Sukadi yang mengajar SKI
(Sejarah Kebudayaan Islam). Namun, Bapak Sukadi tidak dapat melakukan kegiatan
mengajar karena ada kepentingan yang harus diselesaikan.
Tiba-tiba
datanglah wanita ke ruang kelas. Wanita itu bernama Bu Mu’awannah. Saya bersama
teman-teman biasa memanggil beliau dengan Bu Mu’, Bu Muawannah ini merupakan
sosok wanita yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi dan murah senyum. Beliau
merupakan wali kelas VI-B. Beliau datang ke ruang kelas karena ingin memberikan
informasi kepada seluruh murid VI-B.
“Anak-anak mohon perhatiannya, besok jadwal
les kalian Bahasa Indonesia? karena besok pagi Bu Mu’ harus menghadiri senam
massal di Alun-Alun maka jadwal les dirubah” jelas Bu Muawannah.
Suasana
kelas menjadi gaduh kembali mendengar berita tersebut.
“Anak-anak harap tenang, ibu guru belum selesai
menyampaikan informasi. Besok tetap dilaksanakan les seperti biasanya. Hanya
saja, untuk mata pelajaran besok diganti dengan Matematika, yang diajar oleh
Pak Iqbil” jelas Bu Muawannah lagi.
“Ha, les Matematika lagi?” jawab Sandi, sang ketua
kelas
“Jadi, bu guru berpesan besok jangan sampai
terlambat, datanglah lebih awal” pesan bu guru.
Mata pelajaran matematika merupakan
mata pelajaran yang ditakuti oleh teman-teman saya. Karena untuk kelas VI
dibimbing oleh Pak Iqbil yang terkenal tegas, tepat waktu, perfeksionis dan
juga gemar menghukum siswanya yang tidak patuh.
Pukul
12.00 bel pulang berbunyi. Saya bersama teman-teman keluar kelas dan menuju
masjid untuk shalat Dzuhur berjama’ah. Di MiN Kedungombo selalu membiasakan muridnya
untuk melakukan shalat berjama’ah. Setelah selesai shalat berjama’ah, saya
bersama Vera, teman akrab saya menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda.
“Yan, dilapangan Kedungombo ada pasar malam Lho”
ucap vera kepadaku.
“Wah, beneran itu ver?” jawabku dengan terkejut
“Iya nanti malam aku ingin melihatnya” ucap vera
lagi
Saya sangat suka melihat pasar malam,
karena saya disana dapat melepas penat dengan naik berbagai permainan yang ada
dipasar malam. Selain itu saya juga dapat membeli makanan yang saya suka.
Sesampainya dirumah, saya mengucapkan
salam “Assalamu’alaikum” ucapku dengan semangat. “Wa’alaikumsalam” jawab ibuku.
Kemudian seketika itu saya langsung merengek mengajak ibu kepasar malam.
“Ibu nanti melihat pasar malam ya?” pintaku kepada
ibu.
“Yan, kamu ini baru datang dari sekolah, langsung
merengek minta kepasar malam, kalau mau kepasar malam ya nanti malam. Mau
melihat sekarang ya tidak ada yang dilihat”jawab ibu dengan jengkel.
“Tapi nanti aku diberi uang saku kan kalau ingin
pergi kepasar malam” jawabku sambil merayu.
“Minta Bapakmu sana” jawab Ibu dengan ketus
Setelah percakapan itu, saya segera
ganti baju dan makan siang sambil menyalakan TV diruang tamu. Ketika itu saya
melihat acara Leptop Si Unyil. Tidak lama kemudian terdengar suara yang
memanggilku.
“Mbak Yan” suara yang lirih
memanggilku. Saya segera menoleh keluar dan ternyata yang memanggilku adalah
Dela. Dela adalah adik keponakkan vera yang sering main kerumahku. Dela berusia
6 tahun dan masih duduk dibangku TK. Saya sangat sayang dengannya. Saya merasa
iba, karena Dela merupakan anak yatim piatu., sehingga tidak heran jika
kemana-mana selalu mengajaknya.
“Del, sini masuk” ajakku kepada Dela.
“Ada apa mbak?” jawab Dela sambil berjalan
kearahku
“Nanti kamu ikut aku ke pasar malam, mau kan?”
ucapku kepada Dela
“Wah, hore aku ikut iya mbak ? nanti kita naik
keranjang cinta ya?” jawab Dela dengan riang
“iya, nanti aku ngajak kamu, nanti habis shalat
maghrib kmau kesini ya?” pinta ku ke Dela
“iya mbak” ucap Dela
Adzan maghrib pun berkumandang, saya
langsung berangkat shalat Maghrib berjama’ah. Setelah selesai shalat saya memanggil
Dela kerumah dan dia sudah siap pergi ke pasar malam
Saya menuju toko yang berada disamping
rumah, untuk menemui Bapak.
“Bapak,
aku boleh kepasar malam kan? Sebentar kok
pak” ucapku
“Iya
boleh, tetapi tidak boleh sendiri, ajak kakakmu sana” jawab Bapak
“tapi
aku minta uang saku pak, hehehheheh” pintaku sambil malu-malu
Setelah diberi uang saku saya menuju
kamar kakakku untuk mengajaknya kepasar malam. Kakakku pun ternyata setuju
untuk melihat pasar malam bersama denganku dan Dela. Namun sebelum berangkat
ibu bertanya kepadaku “Yan, apa kamu tidak ada PR untuk pelajaran besok?” tanya
ibu kepadaku. Aku pun langsung menjawab “Tidak ada Bu”
“Ya sudah, hati-hati, jangan lama-lama melihat
pasar malamnya” pesan ibu kepadaku
Kami bertiga segera berangkat menuju
tempat pasar malam dengan mengendarai sepeda motor. Sesampainya disana, suasana
sangat ramai terlihat sorot lampu kemerlip, dan juga terdapat aneka permainan
disana.
“Mbak ayo kita naik keranjang cinta” pinta
Dela tidak sabar
“Ayo, ayo” jawabku dengan senang hati
“Iya sudah, kalau kalian ingin naik keranjang
cinta, mbak tunggu disini. Nanti biar mbak ambil gambarnya dari bawah” ucap
kakakku
“Oke” jawabku
Saya bersama Dela naik keranjang
cinta, setelah itu saya naik kuda-kudaan dan naik permainan lainnya. Kami
sangat bersenang-senang disana. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Jam
diponsel kakakku menunjukkan pukul 21.00. sebenarya kakakku sudah
mengingatkanku tadi, namun saya tidak menghiraukannya.
Akhirnya karena sudah merasa puas dan
lelah, Kami bertiga pun pulang. Sebelum pulang kerumah kami mengantar Dela
pulang terlebih dahulu.
Sesampainya dirumah, ibu menyambut
kami diruang tamu. “Malam sekali pulangmu yan. Apa kamu tidak butuh belajar?”
tanya ibu. “ He...he..he, maaf Bu” jawabku sambil ketawa
Saya segera menuju kamar karena sudah
merasa lelah saya pun berbaring ditempat tidur. Dengan setengah tidak sadar
saya mengingat-ingat pelajaran untuk besok. “Astaga besok kan les matematika.
Matematika kan ada PR mengerjakan tugas dibuku Fokus” ucapku dalam hati.
Dengan gegabah, saya langsung
mengambil buku fokus dan membuka PR nya. Ternyata PR matematika sangat banyak
tidak hanya satu materi saja, namun ada materi bilangan bulat, bangun ruang,
FPB dan KPK. Saya berusaha mengerjakannya, entah itu benar ataupun salah. Namun
karena tugasnya yang terlalu banyak saya tertidur sebelum saya menyelesaikan
semuanya. Saya tertidur pulas dengan ditemani buku-buku dan alat tulis yang
berserakan dikasur.
Keesokan harinya, pukul 05.00 ibu
mengetuk pintu kamar untuk membangunkanku. Namun saya pun tidak meresponnya karena
masih ngantuk. Ibu pun menuju dapur
untuk mencuci piring.
Pukul 6.00 saya baru membuka mata, ketika
saya melihat jam dinding seketika saya kaget dan meloncat dari tempat tidur
menuju kamar mandi. “Ibu saya telat” teriakku kepada ibu.
“Ibu kan sudah bilang, jangan melihat pasar malam
sampai larut malam, inikan akibatnya bangun kesiangan” kata ibu
“Padahal pukul 06.00 aku ada les matematika,Bu”
jawabku dengan diselimuti rasa cemas.
Setelah mandi saya merapikan buku-buku
yang ada ditempat tidur. “Aduh, aku belum selesai mengerjakan PR matematika”
ucapku dalam hati
Tanpa sarapan saya langsung mengayuh
sepedaku untuk menuju sekolah. Sesampai di depan ruang kelas timbul rasa takut
untuk memasuki ruang kelas.
“assalammu’alaikum” ucapku
Pak Iqbil pada waktu itu, tidak
merespon saya, dan saya dapat melihat dari
raut wajah Pak Iqbil merasa sebal karena dengan keterlambatan saya telah
mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Saya langsung menuju ketempat duduk
saya. “Heh, yan kenapa kamu terlambat?” tanya Nava, teman satu bangku. Belum
sempat aku menjawab pertanyaan Nava, dia langsung memberi tahuku “Untuk PR
matematika sudah dicocokkan dan diambil nilainya”jelas Nava. “Ha” jawabku dengan
terkejut. Sedihnya lagi, siswa yang terlambat hanya saya saja.
“Untuk siswa yang tidak ada nilainya
saya beri nilai nol untuk nilai tugas” tegas Pak Iqbil di depan kelas . saya
hanya menunduk dan sedih, selama satu hari itu saya tidak bersemangat belajar
di kelas.
Ketika pulang sekolah, dan sesampainya
saya dirumah saya berjanji kepada ibu saya untuk menuruti nasehatnya. “Bu, saya
berjanji mulai sekarang habis selesai shalat maghrib tidak akan keluar tetapi
akan belajar dirumah, ada ataupun tidak ada PR” ucapku. “aku tadi dihukum
karena terlambat datang ke sekolah dan mendapat nilai nol untuk nilai tugas”
sambungku sambil meneteskan air mata
“Sudah
jangan menangis, jadikan saja ini sebagai pembelajaran untukmu agar lebih baik
lagi” hibur ibu kepadaku
Semenjak
peristiwa itu, saya lebih rajin belajar. Setiap selesai shalat maghrib saya
selalu membuka buku untuk belajar atau mengerjakan tugas. Saya tidak lagi
mementingkan kesenangan diri sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar