Kamis, 07 April 2016

Materi Perkembangan Belajar Peserta Didik

Diposting oleh Unknown di 03.07


Perkembangan Fisik dan Sosial Peserta Didik

 

A.  Perkembangan Fisik
            Pada bagian ini anda akan mempelajari aspek perkembangan fisik yang meliputi pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, perkembangan keterampilan motorik dan keterampilan dasar pada masa anak akhir (6-12 tahun). Dengan demikian, setelah mempelajari bagian ini Anda diharapkan dapat:

1)        Menjelaskan pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik;
2)        Menjelaskan perkembangan keterampilan motorik;
3)        Menjelaskan  keterampilan dasar pada masa anak akhir.
Sekali lagi Anda diingatkan, walaupun saat ini mempelajari aspek perkembangan fisik, bukanlah berarti aspek perkembangan fisik terlepas dari aspek- aspek perkembangan lainnya.

Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1.    Pengertian perkembangan fisik
Perkembangan fisik/tubuh seseorang terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan  tulang, sistem saraf, sirkulasi darah, otot, serta berfungsinya hormon. Perkembangan  fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot dan lemak. Secara langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan anak bergerak. Secara tidak  langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan cara anak memandang orang lain, yang berdampak lebih lanjut dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
Perkembangan tinggi badan setiap peserta didik usia SD/MI  dapat berbeda- beda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka mengikuti aturan/pola yang sama. Ketika anak berusia lima tahun, tinggi tubuhnya sudah dua kali dari tinggi/panjang tubuh saat ia lahir. Setelah itu mulai melambat kira-kira 7 cm setiap tahun, dan pada usia 12/13 tahun tinggi anak sudah   mencapai sekitar 150 cm. Masih  bertambah  tinggi  sampai  usia  18  tahun  ketika anak mengakhiri masa remajanya. Pada akhir usia SD dan anak memasuki masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat daripada anak perempuan. Namun, setelah itu terjadi pertambahan tinggi yang cepat sehingga pada akhir masa remaja, biasanya laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Perkembangan berat tubuh peserta didik yang normal pada usia lima tahun akan memiliki berat tubuh sekitar lima kali beratnya ketika dilahirkan. Pada akhir masa anak sekolah beratnya sekitar 35-40 kg. Pada usia 10 – 12 tahun atau mendekati permulaan masa remaja, anak-anak mengalami periode lemak. Pada masa ini anak mengalami pematangan kelamin yang sebagian besar berasal dari hormon yang muncul bersamaan dengan itu.  Gejalanya pada masa dua tahun terakhir ini (10-12 tahun). Nafsu makan anak semakin besar diringi dengan pertumbuhan tubuh yang cepat. Penumpukan lemak terjadi pada perut, pinggul, pangkal paha, dada, serta disekitar rahang, leher dan pipi. Penumpukan lemak juga ternyata tidak merata di seluruh tubuh, sehingga orang yang melihat akan mengatakan anak berpenampilan gemuk.
Perkembangan fisik tidak hanya berarti pertumbuhan dan penambahan ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), tetapi juga proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya  anggota badan secara keseluruhan. Secara umum, perubahan proporsi tubuh mengikuti hukum arah perkembangan dimana terjadi pertumbuhan kepala berlangsung lambat, sedangkan anggota tubuh yaitu kaki dan tangan berlangsung cepat, sedangkan bagian tubuh lainnya berlangsung sedang. Ketidaksinkronan pertumbuhan bagian-bagian tubuh  mengakibatkan proporsi tubuh peserta didik usia SD/MI berbeda dengan proporsi tubuh ketika bayi maupun dewasa.
Meskipun terdapat perbedaan dan keanekaragaman ukuran tinggi dan berat badan serta proporsi tubuh, bentuk tubuh anak dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1)   Bentuk tubuh endomorf yang cenderung menjadi gemuk dan berat;
2)        Bentuk tubuh mesomorf yang cenderung menjadi kekar dan berat;
3)        Bentuk ektomorf yang cenderung kurus dan bertulang panjang.
Ketiga bentuk tubuh ini mulai tampak jelas pada saat anak mengakhiri masa anak akhir. Ketika masa remaja dan dewasa bukan hanya tampak jelas ketiga bentuk tubuh ini, tetapi juga terdapat perbedaan yang jelas antara bentuk tubuh laki-laki dan perempuan.
            Selain perkembangan ukuran tinggi dan berat, serta proporsi tubuh, terjadi pula pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposisi) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan masa anak awal dan remaja. Pengerasan tulang dari tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus  sampai akhir masa remaja. Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya juga berbeda antara tulang yang satu dengan lainnya, tergantung pada hormon, gizi, dan zat mineral yang dikonsumsi anak. Pada dua tahun terakhir masa anak akhir di mana terjadi periode lemak, ada kecenderungan terjadi pembengkokan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras untuk menopang berat badan. Pengerasan tulang serta penambahan serabut otot yang seimbang dengan pertumbuhan otot dan lemak, penting bagi aktivitas dan perkembangan anak pada masa sekolah maupun perkembangan selanjutnya.  
            Penggantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi  pada peserta didik di usia SD/MI menjadi peristiwa yang cukup penting karena mengandung kemungkinan besar mempengaruhi perilaku anak. Selain pergantian gigi, hal yang cukup penting adalah perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang karena akan mempengaruhi perkembangan indera dan berpikir anak, yang akan berdampak lebih lanjut pada kemampuan anak dalam belajar.
Sebagian peserta didik usia SD/MI juga berada pada awal masa remaja yang dikenal dengan masa puber. Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat baik dalam ukuran tinggi dan berat badan, maupun dalam porporsi tubuh, yang disebabkan oleh kematangan kelenjar dan hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan seksual.  Perubahan fisik yang sangat pesat ini mengakibatkan anak puber mengalami ketidak- seimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik tubuhnya, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat dan kegiatan/aktivitas bermain, bersikap negatif/menentang, menjadi kurang percaya diri, dan sebagainya.



2.        Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa sebelumnya (masa bayi dan kanak-kanak awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Pada masa anak akhir, pertumbuhan fisik relatif seimbang, meskipun masih tetap ada perbedaan individual setiap peserta didik. Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang, atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak, baik secara umum maupun individual. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Pengaruh keluarga, baik faktor keturunan maupun lingkungan keluarga
Faktor keturunan dapat membuat anak menjadi lebih gemuk daripada anak lainnya sehingga lebih berat tubuhnya. Demikian juga ras suku bangsa yang merupakan salah satu keturunan membuat perkembangan fisik seseorang berbeda. Orang-orang Amerika, Eropa dan Australia cenderung lebih tinggi daripada orang dan anak Asia. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa anak tersebut. Pada setiap tahap usia termasuk usia SD/MI, lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
b.  Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun, yang terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini terjadi karena bangun tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda daripada anak perempuan.
c.  Gizi dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggi tubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan yang memperoleh gizi kurang. Demikian pula, anak yang sehat dan jarang sakit biasanya memiliki tubuh sehat dan lebih berat dibandingkan dengan anak yang sering sakit. Lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dapat membantu mereka memberikan gizi yang cukup agar terjadi perkembangan fisik yang baik dan sehat sehingga pada akhirnya akan berdampak pada perkembangan aspek- aspek lainnya.
d.  Status sosial ekonomi
Fisik anak dari kelompok keluarga sosial ekonomi rendah cenderung lebih kecil daripada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang cukup atau tinggi. Keadaan status sosial ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberikan makanan, gizi dan   pemeliharaan kesehatan, serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
e.  Gangguan emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, dan akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan/pertumbuhan memasuki masa puber. Demikian juga bentuk tubuh endomorf (gemuk), mesomorf (sedang) atau ektomorf (kurus) juga mempengaruhi besar kecilnya tubuh anak, yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap aktivitas, sosialisasi, emosi, dan konsep diri/kepribadian anak secara keseluruhan.
Dalam mempelajari perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI, Anda tidak   sekedar   mengetahui   pertumbuhan   fisiknya   saja,   tetapi   lebih   dari   itu bagaimana pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan aspek lainnya secara keseluruhan. Perubahan proporsi tubuh yang tidak serasi mengakibatkan anak merasa canggung, berpenampilan tidak rapi dan kurang menarik, dan terlalu mengkhawatirkan tubuh yang tak seimbang. Bagi anak usia SD/MI, reaksi yang diperlihatkan oleh orang lain terutama  oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna yang sangat penting. Apabila ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya, anak akan merasa ada kelainan, tidak mampu, dan rendah diri.

Perkembangan Keterampilan Motorik
Sejalan dengan perkembangan fisik, terjadi pula perkembangan keterampilan motorik. Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Apabila tidak ada gangguan fisik atau lingkungan maupun hambatan mental yang mengganggu perkembangan motorik, secara normal anak berusia 6 tahun akan siap menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah, dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan teman sebaya.
Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf. Sebelum sistem syaraf dan otot berkembang dengan baik, upaya mengajarkan keterampilan motorik melalui berbagai latihan akan menjadi usaha yang sia-sia. Gerakan terampil yang terkoordinasi belum dapat dikuasai sebelum mekanisme otot anak berkembang baik. Sebagaimana halnya perkembangan fisik pada umumnya, perkembangan motorik juga mengikuti pola atau hukum arah perkembangan, yaitu urutan perkembangan mulai dari kepala, kemudian bagian tubuh, dan anggota tubuh (tangan dan kaki).
Pola perkembangan motorik dapat diramalkan, yang dimulai dari gerakan yang bersifat     umum atau kasar menjadi gerakan yang semakin spesifik dan halus. Misalnya, gerakan motorik yang membentuk landasan bagi keterampilan tangan dan kaki tergantung pada keterampilan gerak yang dikuasai sebelumnya. Perbedaan motorik secara individual selain dipengaruhi kematangan dan keterampilan motorik sebelumnya, juga dipengaruhi kondisi lain yang dapat memperlambat atau mempercepat dikuasainya keterampilan gerak motorik tertentu. Kondisi yang mempengaruhi kecepatan dikuasainya perkembangan keterampilan motorik, antara lain sifat dasar genetik, ada tidaknya hambatan dalam awal kehidupan seseorang, kondisi pralahir dan saat lahir, gangguan atau rangsangan dari lingkungan, cacat fisik, kecerdasan, serta motivasi dan metode pelatihan yang disebabkan perbedaan jenis kelamin ras, sosial ekonomi.
Keterampilan motorik yang terkoordinasi dengan baik dapat dipelajari/dilatih dan  berkembang menjadi kebiasaan. Sebenarnya, masa anak sangat ideal untuk mempelajari keterampilan motorik. Pada usia tersebut, tubuh anak masih lentur sehingga lebih mudah dilatih untuk gerakan motorik, anak belum terlalu banyak mempelajari keterampilan-keterampilan lainnya, belum terlalu banyak tanggung jawab dibandingkan dengan remaja apalagi orang dewasa, memiliki keberanian lebih pada waktu kecil dibandingkan ketika ia semakin besar, serta anak senang melakukan pengulangan yang membantu keterampilan gerakan motorik tersebut.
Keterampilan gerakan motorik pada umumnya dipelajari dengan berbagai cara :
Pertama, uji coba (trial and error) apabila tidak ada bimbingan dan model untuk ditiru, anak melakukan tindakan coba-coba secara acak. Dengan cara ini, biasanya keterampilan yang dihasilkan anak berada dibawah kemampuan anak lainnya.
Kedua, meniru atau imitasi dengan cara mengamati keterampilan gerak motorik suatu model (orang dewasa atau anak yang lebih besar).
Terakhir, pelatihan terbimbing pada waktu mengamati model yang memperlihatkan ketrampilan gerakan motoriknya sehingga anak dapat menirunya dengan tepat dan
cepat.
Terdapat sejumlah keterampilan gerakan motorik yang umum pada masa anak usia sekolah, antara lain :
Pertama, keterampilan tangan seperti menggunakan alat-alat makan, serta menangkap dan melempar bola. Berkenaan dengan penggunaan tangan, ada kecenderungan beberapa anak lebih suka menggunakan tangan kanan, atau tangan kiri (kidal). Anak yang menggunakan tangan kanan seperti yang diajarkan dan dilatih oleh orang dewasa dapat mempermudah belajar, mendapat contoh/model dan bimbingan dalam menggunakan tangan kanan, lebih cepat terampil dan tidak melelahkan, serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan harapan social, dan bergaul dengan orang lain sehingga menjadi pribadi yang menyenangkan.
Kedua, keterampilan kaki seperti melompat, berlari, memanjat, dan mengendarai sepeda.
Dalam perkembangan motorik dapat terjadi masalah biasanya berkenaan dengan keterlambatan atau keterbelakangan kemampuan gerakan motorik yang dimiliki anak dibandingkan dengan anak seusianya, harapan yang tidak realistik dari orang dewasa akan keterampilan motorik yang harus dikuasai anak, serta ketidaksanggupan mempelajari keterampilan gerakan motorik penting sehingga menghambat penyesuaian pribadi dan sosial anak. Misalnya, anak yang tidak/belum menguasai keterampilan motorik yang diperlukan dalam suatu permainan, ia tidak dapat mengikuti permainan tersebut atau disisihkan dari permainan. Keadaan ini tentu berdampak lebih lanjut secara negatif bagi penyesuaian sosial anak dan pembentukan kepribadiannya. Demikian juga apabila keterampilan gerakan motorik dasar keliru ataupun kurang tepat, maka akan berdampak bagi perkembangan gerakan motorik selanjutnya.
Anak yang menggunakan tangan kiri (kidal) juga menyadari bahwa dirinya berbeda dari yang lain, sehingga cukup mengganggu penyesuaian diri dan sosialnya. Anak juga merasa canggung jika pengendalian gerakan tubuhnya berada di bawah standar yang diharapkan bagi tingkatan usianya. Kondisi perkembangan gerakan motorik seperti ini, dapat berdampak lebih lanjut pada perkembangan lainnya. Di antaranya, anak menjadi rendah diri, timbul kecemburuan terhadap anak lain, malu, ketergantungan dan tidak berani mencoba, kekecewaaan, serta penolakan sosial.

Keterampilan Dasar pada Masa Anak Akhir
Selain keterampilan gerak motorik yang banyak dikembangkan melalui kegiatan  permainan,  pada  usia  peserta  didik  SD/MI,  Hurlock  (1991) mengemukakan empat keterampilan dasar berikut yang perlu dikuasai anak SD/MI pada masa anak akhir.
1.        Keterampilan menolong diri sendiri (self help), yang perlu dilatihkan agar anak dapat mencapai kemandiriannya. Untuk itu, anak harus mempelajari keterampilan  motorik  yang  memungkinkannya mampu  melakukan  segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Termasuk kedalam keterampilan ini ialah keterampilan makan, mandi, berpakaian, dan merawat diri. Pada akhir masa anak akhir, anak diharapkan sudah mampu membantu dan merawat diri sendiri dengan tingkat keterampilan dan kecepatan seperti orang dewasa.
2.        Keterampilan menolong orang lain (sosial), yang diperlukan agar anak dapat diterima oleh kelompok sosialnya, seperti keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitarnya. Agar dapat diterima menjadi anggota yang kooperatif, anak memerlukan keterampilan seperti menolong orang lain dalam pekerjaan rumah atau sekolah.
3.        Keterampilan bermain, yang diperlukan anak untuk belajar berbagai hal dan menikmati kegiatan kelompok dan menghibur diri sendiri. Di antara keterampilan bermain yang perlu dipelajari anak ialah keterampilan berlari, bermain bola, menggambar, dan memanipulasi alat permainan.
4.        Keterampilan bersekolah atau skolastik, yang diperlukan anak agar dapat mengikuti dan berprestasi dalam belajar disekolah. Pada tahun-tahun awal sekolah, sebagian kegiatan anak melibatkan keterampilan motorik halus seperti melukis, menggambar, menari, dan menyanyi. Semakin banyak dan baik keterampilan yang dimiliki anak, maka semakin baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan, serta semakin baik pula prestasi sekolahnya, baik prestasi akademis maupun prestasi yang non-akademis.

B.   Perkembangan Sosial
Peserta didik adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, ia membutuhkan orang lain  untuk  dapat  tumbuh  kembang  menjadi  manusia  yang  utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling pengaruh antar sesama peserta didik maupun dengan orang dewasa lainnya. Pada sub unit 2 ini akan dibahas mengenai: (1) pengertian dan proses sosialisasi; (2) peranan kelompok dan permainan; serta (3) penyesuaian sosial peserta didik. Dengan mempelajari sub unit ini   Anda diharapkan dapat memahami pengertian dan proses sosialisasi peserta didik usia SD/MI, menjelaskan peranan kelompok dan permainan dalam perkembangan sosial peserta didik, serta membantu peserta didik dalam penyesuaian sosial.

Pengertian dan Proses Sosialisasi
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembang, serta usia dan tugas perkembangnnya. Setiap masyarakat memiliki harapan sosial sesuai budaya masyarakat tersebut. Pada masyarakat pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti masuk Taman Kanak-kanak. Tetapi, budaya masyarakat kota menuntut anak usia tersebut bersekolah di TK. Tuntutan sosial sesuai dengan tugas perkembangan pada usia antara lain, maksudnya, peserta didik harus mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan peran sosial sebagai anak laki-laki atau perempuan, serta mengembangkan sikap sosial, baik terhadap orang disekitarnya maupun terhadap kelompok sosial seperti sekolah dan kelompok keagamaan.
Belajar hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut.
1.        Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima dalam kelompok tersebut. Agar dapat diterima dalam kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
2.        Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam kelompok  selain  dapat  menyesuaikan  perilaku  dengan  standar  kelompok, peserta didik juga dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan ditentukan oleh para anggota kelompok. Misalnya ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak, serta peran bagi guru dan siswa.
3.        Perkembangan sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat melakukannya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok
Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap dan perilakunya  mencerminkan  ketiga  proses  sosialisasi  tersebut  sehingga  dapat diterima sesuai dengan standar atau aturan kelompok tempat peserta didik menggabungkan diri. Apabila perilaku peserta didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut, maka ia dapat  berkembang menjadi orang yang nonsosial (perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asocial (tidak mengetahui tuntutan kelompok sosial terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap permusuhan dan melawan standar dalam kelompok sosial).
Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi, antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
1.        Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. Semakin bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
2.        Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. Pembicaraan yang bersifat sosial bukan pembicaraan yang bersifat egosentris.
3.        Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi ini  tergantung  juga  pada  tingkat  kepuasan  yang  dapat  diberikan  melalui aktivitas sosial kepadanya. Jika peserta didik mendapat kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan  orang lain, maka peserta didik akan cenderung mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika peserta didik tidak/kurang puas maka peserta didik cenderung bergaul dengan orang lain.
4.        Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran yang menirukan orang yang diidolakan, maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut. Akan menjadi lebih efisien dan belajar lebih cepat apabila ada bimbingan dan arahan dalam aktivitas belajar bergaul dan memilih teman.
Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap. Mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan baik atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan memudahkan atau  menyulitkan  perkembangan sosial anak selanjutnya. Sikap sosial yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat permainannya.
Pengalaman sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok sosial. Lebih lanjut perkembangan sosial berpengaruh terhadap penerimaan sosial, pola khas perilaku (cenderung sosial atau anti sosial), serta pembentukan kepribadian. Sikap positif terhadap diri sendiri lebih sering dijumpai pada orang yang berpengalaman sosial awal menyenangkan.
Perkembangan sosial sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain agar dapat bertahan hidup. Sosialisasi pada bayi dan anak kecil antara lain  dengan meniru ekspresi orang di sekitarnya, rasa takut dan malu terhadap orang yang tidak/kurang dikenal, kelekatan/ketergantungan pada orang yang sangat dekat (ibu, pengasuh, anggota keluarga lain), mencari perhatian, menerima atau melawan otoritas tuntutan orang tua/dewasa, persaingan, kerja sama atau bertengkar dengan teman sebaya, egosentris atau bersimpati dan empati terhadap orang di sekitarnya.
Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode anak akhir, mereka mulai membentuk kelompok bermain yang dapat berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak mengenai peran kelompok dan permainan pada periode anak akhir akan dibahas lebih lanjut pada uraian mendatang. Selanjutnya, perkembangan sosial pada masa puber kadang sudah dialami oleh peserta didik di SD  kelas 5 atau 6. Pada masa ini pola perkembangan sosial terganggu karena terjadi perubahan fisik seksual yang sangat pesat, sehingga anak cenderung menarik diri, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktivitas kelompok, dan perilaku anak cenderung antisosial. Karenanya, masa ini kerap disebut juga sebagai fase negatif. Jika orang tua, guru dan orang dewasa lainnya kurang memahami perilaku anak yang menarik diri, cepat berubah-ubah, cenderung negatif,  maka  anak  dapat  berkembang  menjadi  penentang  atau  pemberontak, bahkan dapat menjadi antisosial.

Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir, kelompok/geng anak memegang peran penting dalam perkembangan sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah semakin menjadi lebih luas, dari yang semula terbatas di lingkungan keluarga dan sekitar rumah dengan lingkungan sosial di sekolah. Anak bergaul dengan anak-anak seusianya, para guru, dan orang lain di sekitar sekolah.
Kesadaran sosial berkembang pesat, anak membutuhkan teman-teman sebaya untuk  melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Kelompok bermain yang pada masa anak awal terbentuk secara spontan, informal, dan sementara, tergantung pada kegiatan bermain, biasanya hanya terdiri dari 2-3 anak saja. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya. Kelompok ini mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut. Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti kegiatan bermain, hiburan, minat dan hobi. Kadang kegiatan mencoba-coba dan mengganggu  orang  lain. Kelompok juga mempunyai kode pengenal tersendiri dan bahkan tempat pertemuan sendiri yang tersembunyi yang disepakati bersama. Perbedaan kelompok disebabkan karena perbedaan kebutuhan sosial yang berbeda. Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal sebagai berikut :
1)        Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kelompoknya
2)        Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai ”kata hati” yang otoriter
3)        Mempelajari sikap sosial yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok
4)        Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Penerimaan dan penolakan anak dalam kelompok disebabkan adanya konflik antara standar atau aturan pergaulan yang berlaku dirumah dan sekolah dengan standar yang berlaku dalam kelompok. Keadaan ini mengakibatkan anak merasa tidak aman dan tidak mampu, serta kepekaan yang berlebihan, seperti mudah tersinggung dan berprasangka buruk dengan cara menafsirkan kata dan perbuatan teman sebagai permusuhan. Peserta didik usia SD/MI membutuhkan penerimaan dalam kelompok dan melakukan segala sesuatu untuk menghindari penolakan kelompok dengan cara memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas bermain yang sesuai dengan minat dan keinginan kelompok. Memang ada anak yang mudah ataupun tidak mudah dipengaruhi sehingga memunculkan peran pemimpin dan pengikut. Diantara anggota kelompok dapat pula terjadi persaingan, itu wajar. Yang perlu dilakukan ialah pemberian bimbingan agar persaingan itu terjadi secara sehat, sportif,  dan tanggung  jawab.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar apalagi kewajiban. Aturan permainan ditetapkan sendiri oleh pemain atau kelompok bermain. Secara umum, bermain dapat dibedakan :
1)        Bermain aktif seperti berlari, perlombaan fisik dan ketangkasan, dan menyusun balok,
2)        Bermain pasif untuk mendapatkan hiburan seperti menonton televisi, membaca komik atau buku cerita, dan mendengarkan lagu.
Melalui kegiatan bermain dan permainan, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu. Permainan atau bermain setidaknya memiliki empat manfaat yaitu:
Pertama, latihan fungsi guna melatih fungsi motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan dengan bola besar. Melalui permainan puzzle anak selain berlatih motorik halus, juga berlatih fungsi kognitif menghubungkan   potongan   gambar   dengan   benar.
Kedua, sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama dengan teman lain, dan saling pinjam meminjam alat permainan.
Ketiga, mengukur kemampuan terutama  untuk  permainan  yang  dilombakan seperti  perlombaan lari  cepat,  dan permainan olahraga.
Keempat, menempa emosi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap sportif.
Mengingat pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau orang dewasa lainnya, yaitu:
1)        Sebaiknya tidak mengganggu anak yang sedang asyik bermain
2)        Memberi kesempatan dan ruang bermain yang cukup kepada anak
3)        Memilihkan alat permainan yang memungkinkan anak menjadi kreatif
4)        Mendampingi dan membimbing anak ketika bermain
5)        Menjaga keseimbangan aktivitas bermain dengan  istirahat, makan, dan belajar.

Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990). Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang  lain    (teman,  orang  yang  tidak/baru  dikenal)  dan  menolong  orang  lain sehingga menjadi anak yang disenangi.  Kemampuan tersebut diharapkan semakin lama semakin meningkat sesuai dengan usia dan tugas perkembangannya.
Terdapat beberapa kriteria penyesuaian sosial yang baik.
1.        Tampilan nyata, di mana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
2.        Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, dimana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain.
3.        Sikap sosial, dimana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
4.        Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota kelompok.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia SD/MI. Penerimaan atau penolakan teman kelompok berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya  memenuhi  kebutuhan  anak  untuk  berada  dalam  kelompoknya,  teman bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab (sahabat) yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasihat/pendapat, dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD/MI sangat bervariasi, tetapi umumnya dengan bertambahnya usia maka jumlah teman pun semakin banyak.
Pemilihan teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai, dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas sosial (peralihan kelompok sosial pada tingkat yang setara atau lebih tinggi/rendah), atau perpindahan lokasi tempat tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial. Penerimaan dan status sosial anak dalam kelompok teman sebaya atau sekelas antara lain dapat diketahui dengan menggunakan sosiometri yang akan dibahas pada unit 5. Namun, secara singkat dapat dijelaskan bahawa anak yang populer sehingga menjadi bintang” karena kebanyakan anggota kelompok mengagumi dan menganggap anak ini sebagai sahabat karib.
Kebalikannya, ada anak yang terisolasi, tidak disukai, bahkan ditolak oleh anggota kelompok karena memiliki sifat yang tidak memenuhi tuntutan standar kelompok sehingga tidak dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Sifat itu, misalnya, tidak ramah, egois, sulit bekerjasama, dan curang. Anak yang diterima dengan baik akan merasa senang dan aman, sehingga dapat mengembangkan konsep diri secara positif dan menyenangkan, memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola dan keterampilan sosial, serta dapat menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak yang mencari teman khayal sebagai teman pengganti, memelihara hewan piaraan, dan secara negatif dengan ”membeli” penerimaan sosial.








DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E.B. 1990. Perkembangan Anak, jilid 1 dan 2. Alihbahasa Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.

Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Simandjuntak, B. dan Pasaribu, I.L. 1984. Pengantar Psikologi Perkembangan.  Bandung: Tarsito.

Sinolungan, R.E. 1997. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Gunung Agung.

Sukmadinata, N.S. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosdakarya






0 komentar:

Posting Komentar

 

Mimin Dwi Jayanti © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor